Selasa, 26 Februari 2013

KAJARI LEMAH, BAWASDA TAK BERDAYA

BUPATI LUTRA DAN KAJATI SULSEL DIMINTA TEGAS
Lutra, Saksi - 
Penganiayaan terhadap Aprianti (16), yang tejadi bulan November lalu (29/11/2010) yang dilakukan Idawati, oknum Guru PNS SDN 053 Lawewe kini kian menarik.
Pasalnya, Sikap "Diam & Dingin” Bawasda Lutra terhadap pelanggaran Disiplin dan Kode Etik Profesi Guru PNS serta tindakan Jaksa yang hanya mengajukan tutukan ringan yakni hukuman percobaan bagi tersangka pelaku penganiayaan anak dibawah umur itu menuai kecaman keras dari berbagai pihak.

Ditemui dibeberapa tempat terpisah, sejumlah Aktivist LSM meminta Kajati Suawesi Selatan dan Bupati luwu Utara turun tangan guna melakukan penyelidikan serta mengambil langkah tegas jika ditemukan pelanggaran dalam penanganan kasus tersebut.
Andi Samsu Alam, SH. Direktur JLSI-Foundation yang diminta tanggapannya terkait kasus tersebut mengingatkan agar permasalahan tersebut mendapatkan perhatian serius dari aparat Penegak Hukum dan Pihak Bawasda. "Bawasda Luwu Utara jangan tutup mata apalagi jika sampai menutup-nutupi pelanggaran tersebut". tegas Andi Alam
Saat ditemui wartawan DP di Makassar beberapa waktu lalu, Andi Alam (Sapaan akrab A.Samsu Alam) mengungkapkan adanya dugaan "Main Mata" Oknum Aparat terkait dalam kasus ini. Dalam pernyataannya, ia mendesak Bupati Luwu Utara dan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan segera mengambil tindakan tegas terhadap sikap Bawasda dan Kajari yang terkesan tak punya nyali memberikan sanksi terhadap pelaku.
Lebih lanjut Andi Samsu Alam menjelaskan, "Siapapun yang melakukan pelanggaran, mutlak adanya mendapatkan sanksi. Apalagi kasus ini adalah penganiayaan anak dibawa umur dan pelakunya seorang Guru PNS. Perlu saya ingatkan, adanya kesepakatan perdamaian, bukan berarti melupakan proses hukum yang sedang berjalan. Masyarakat mutlak mendapatkan kepastian hukum, terlebih Aprianti beserta keluarga sebagai korban. Bawasda dan lembaga penegak hukum lainya jangan tebang pilih". Tegasnya.
Ditambahkanya, Bupati sebagai atasan dan penanggung jawab wilayah seharusnya memberikan ketegasan kepada Bawasda agar dapat menindak tegas oknum Guru PNS nakal tersebut. "Pelanggaran yang dilakukan sudah sangat jelas. Dari segi Hukum Pidana, Guru tersebut telah melanggar Pasal 80 Undang-undang No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan Anak. Sedangkan untuk Pelanggaran Disiplin dapat dilihat pada Pasal 3 PP No. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS, dan sangsi Disiplinnya dapat dilihat pada Pasal 7 Ayat 4 huruf e, atau serendah-rendahnya Pasal 7 Ayat 4 Huruf a PP tersebut. selanjutnya, didalam Pasal 1 ayat 3 PP 53 dengan sangat jelas menerangkan bahwa yang dimaksud Pelanggaran disiplin adalah setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan PNS yang tidak menaati kewajiban dan atau melanggar larangan ketentuan disiplin PNS, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja. Jadi, jika aparat terkait Cerdas dan Profesional, sesuai peraturan tersebut, Pelaku telah melanggar dan tidak ada alasan bagi aparat terkait untuk tidak menjatuhkan sangsi kepada Guru PNS tersebut". terangnya.
Selanjutnya, Andi Alam juga mempertanyakan dan menyayangkan pernyataan A.Sarimin Kepala Dinas Pendidikan Luwu Utara disalah satu media yang mengatakan "Kita tunggu Proses Pidananya selesai baru kita sikapi". Menurutnya, jika benar pernyataan tersebut dilontarkan oleh Andi Sarimin, Oknum Kepala Dinas tersebut dinilainya tidak Profesional dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya selaku Kepala Dinas Pendidikan. "Kami sangat menyayangkan pernyataan itu, jika benar beliau mengatakan demikian, berarti dia belum memahami maksud dan tujuan Peraturan tersebut. Dan mohon maaf, kami ingin mengatakan beliau tidak memahami Tugas dan tanggung jawabnya selaku Kadis Pendidikan". ungkapnya.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan "Bukan hanya Andi Sarimin, jika Bawasda atau siapa saja aparat terkait yang mengatakan pelaku dalam kasus ini tidak dapat dijatuhkan sangsi Disiplin dan Pidana, berarti dia harus membaca dan mengkaji kembali peraturan perundang-undangan yang ada. Dan sekali lagi, kami ingin menegaskan, Aparat tersebut tidak layak ditempatkan di Instansi atau Institusi tersebut".kuncinya.
Ditemui terpisah, Yunus Ketua TIM 7 Lembaga Pemantau Penyelenggara Negara Republik Indonesia (LPPN-RI) yang diminta tanggapannya terkait sikap dingin Bawasda dan sikap Jaksa dalam menangani kasus tersebut merasa ada sesuatu yang aneh. “Coba anda fikir. Pelaku adalah Guru PNS, dan Korban adalah anak dibawah umur”, tuturnya dengan nada tanya.
Menurutnya, pertimbangan meringankan yang dikatakann Jaksa penuntut tersebut harusnya bukan meringankan, melainkan memberatkan. “Dia kan Guru (Pelaku,red). Guru itu punya aturan dan etika. Kalau anda bingung, silahkan buka UU No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen. Kalau untuk sangsi disiplin PNS, bisa anda lihat pada PP 53 tentang disiplin PNS. Jadi menurut kami, jika aparat terkait tidak memberikan sangsi, berarti ada sesuatu didalamnya”, tutur Yunus.
Lebih lanjut Yunus menjelaskan, jika ada aparat yang tidak menjalankan tugas dan tanggung jawabnya secara profesional, iapun akan berhadapan dengan hukum.”Negara kita negara hukum. Tidak ada seorang pun yang boleh kebal hukum”. jelasnya
Ditanya tentang langkah-langkah yang akan dilakukan kelembagaannya terkait kasus tersebut, Yunus dengan nada diplomatis menjelaskan “Sebagai Aktivist LPPNRI, dimana tugas dan tanggung jawab kami adalah melakukan pemantauan terhadap kinerja penyelenggara Negara, kami akan menurunkan TIM Investigasi guna mencari informasi dan bukti adanya pelanggaran yang dilakukan aparat penyelenggara negara dalam menangani kasus ini. Dan jika kami menemukan adanya pelanggaran, akan kami laporkan kepada instansi dan institusi terkait, hingga ketingkat pusat”, tandas Yunus.
H.Nasruddin, Jaksa yang menangani kasus tersebut saat dikonfirmasi via telpon selularnya menyatakan kasus tersebut telah selesai disidangkan. “Sudah putus Pak. Yang bersangkutan dikenakan hukuman percobaan”, Jawabnya singkat.
Saat ditanya lebih jauh alasan jaksa dalam mengajukan tuntutan pidana ringan bagi pelaku, Jaksa tersebut dengan tegas menjawab “Itu karena dia Guru dan mempunyai tanggungan. Selain itu, sudah ada perdamaian dari kedua belah pihak”,terangnya.
Ironisnya, beberapa hari setelah melakukan konfirmasi ke kejaksaan, Saiful Koordinator Wilayah Tabloid Diplomat Sulawesi Selatan mendapatkan teror dari seseorang yang tak dikenal melalui pesan singkat di telepon seluler miliknya. Selain kalimat ancaman, dalam SMS tersebut pelaku mencantumkan nama salah satu tabloid (Tabloid Pancasila,red).(Wahyu)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar