BUPATI LUTRA DAN KAJATI SULSEL DIMINTA TEGAS
Lutra, Saksi -
Penganiayaan terhadap Aprianti (16), yang tejadi
bulan November lalu (29/11/2010) yang dilakukan Idawati, oknum Guru PNS SDN 053
Lawewe kini kian menarik.
Pasalnya, Sikap "Diam &
Dingin” Bawasda Lutra terhadap pelanggaran Disiplin dan Kode Etik Profesi Guru
PNS serta tindakan Jaksa yang hanya mengajukan tutukan ringan yakni hukuman
percobaan bagi tersangka pelaku penganiayaan anak dibawah umur itu menuai
kecaman keras dari berbagai pihak.
Ditemui dibeberapa tempat
terpisah, sejumlah Aktivist LSM meminta Kajati Suawesi Selatan dan Bupati luwu
Utara turun tangan guna melakukan penyelidikan serta mengambil langkah tegas
jika ditemukan pelanggaran dalam penanganan kasus tersebut.
Andi Samsu Alam, SH. Direktur
JLSI-Foundation yang diminta tanggapannya terkait kasus tersebut mengingatkan
agar permasalahan tersebut mendapatkan perhatian serius dari aparat Penegak
Hukum dan Pihak Bawasda. "Bawasda Luwu Utara jangan tutup mata apalagi jika
sampai menutup-nutupi pelanggaran tersebut". tegas Andi Alam
Saat ditemui wartawan DP di
Makassar beberapa waktu lalu, Andi Alam (Sapaan akrab A.Samsu Alam)
mengungkapkan adanya dugaan "Main Mata" Oknum Aparat terkait dalam
kasus ini. Dalam pernyataannya, ia mendesak Bupati Luwu Utara dan Kejaksaan
Tinggi Sulawesi Selatan segera mengambil tindakan tegas terhadap sikap Bawasda
dan Kajari yang terkesan tak punya nyali memberikan sanksi terhadap pelaku.
Lebih lanjut Andi Samsu Alam
menjelaskan, "Siapapun yang melakukan pelanggaran, mutlak adanya
mendapatkan sanksi. Apalagi kasus ini adalah penganiayaan anak dibawa umur dan
pelakunya seorang Guru PNS. Perlu saya ingatkan, adanya kesepakatan perdamaian,
bukan berarti melupakan proses hukum yang sedang berjalan. Masyarakat mutlak
mendapatkan kepastian hukum, terlebih Aprianti beserta keluarga sebagai korban.
Bawasda dan lembaga penegak hukum lainya jangan tebang pilih".
Tegasnya.
Ditambahkanya, Bupati sebagai
atasan dan penanggung jawab wilayah seharusnya memberikan ketegasan kepada
Bawasda agar dapat menindak tegas oknum Guru PNS nakal tersebut. "Pelanggaran
yang dilakukan sudah sangat jelas. Dari segi Hukum Pidana, Guru tersebut telah
melanggar Pasal 80 Undang-undang No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan Anak.
Sedangkan untuk Pelanggaran Disiplin dapat dilihat pada Pasal 3 PP No. 53 Tahun
2010 tentang Disiplin PNS, dan sangsi Disiplinnya dapat dilihat pada Pasal 7
Ayat 4 huruf e, atau serendah-rendahnya Pasal 7 Ayat 4 Huruf a PP tersebut.
selanjutnya, didalam Pasal 1 ayat 3 PP 53 dengan sangat jelas menerangkan bahwa
yang dimaksud Pelanggaran disiplin adalah setiap ucapan, tulisan, atau
perbuatan PNS yang tidak menaati kewajiban dan atau melanggar larangan
ketentuan disiplin PNS, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja.
Jadi, jika aparat terkait Cerdas dan Profesional, sesuai peraturan tersebut,
Pelaku telah melanggar dan tidak ada alasan bagi aparat terkait untuk tidak
menjatuhkan sangsi kepada Guru PNS tersebut". terangnya.
Selanjutnya, Andi Alam juga
mempertanyakan dan menyayangkan pernyataan A.Sarimin Kepala Dinas Pendidikan
Luwu Utara disalah satu media yang mengatakan "Kita tunggu Proses Pidananya selesai baru kita sikapi".
Menurutnya, jika benar pernyataan tersebut dilontarkan oleh Andi Sarimin, Oknum
Kepala Dinas tersebut dinilainya tidak Profesional dalam menjalankan tugas dan
tanggung jawabnya selaku Kepala Dinas Pendidikan. "Kami sangat
menyayangkan pernyataan itu, jika benar beliau mengatakan demikian, berarti dia
belum memahami maksud dan tujuan Peraturan tersebut. Dan mohon maaf, kami ingin
mengatakan beliau tidak memahami Tugas dan tanggung jawabnya selaku Kadis
Pendidikan". ungkapnya.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan
"Bukan hanya Andi Sarimin, jika Bawasda atau siapa saja aparat terkait
yang mengatakan pelaku dalam kasus ini tidak dapat dijatuhkan sangsi Disiplin
dan Pidana, berarti dia harus membaca dan mengkaji kembali peraturan
perundang-undangan yang ada. Dan sekali lagi, kami ingin menegaskan, Aparat
tersebut tidak layak ditempatkan di Instansi atau Institusi tersebut".kuncinya.
Ditemui terpisah, Yunus Ketua
TIM 7 Lembaga Pemantau Penyelenggara Negara Republik Indonesia (LPPN-RI) yang
diminta tanggapannya terkait sikap dingin Bawasda dan sikap Jaksa dalam menangani
kasus tersebut merasa ada sesuatu yang aneh. “Coba anda fikir. Pelaku adalah Guru PNS, dan Korban adalah anak
dibawah umur”, tuturnya dengan nada tanya.
Menurutnya, pertimbangan
meringankan yang dikatakann Jaksa penuntut tersebut harusnya bukan meringankan,
melainkan memberatkan. “Dia kan Guru (Pelaku,red). Guru itu
punya aturan dan etika. Kalau anda bingung, silahkan buka UU No.
14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen. Kalau untuk sangsi disiplin PNS, bisa
anda lihat pada PP 53 tentang disiplin PNS. Jadi menurut kami, jika aparat
terkait tidak memberikan sangsi, berarti ada sesuatu didalamnya”, tutur Yunus.
Lebih
lanjut Yunus menjelaskan, jika ada aparat yang tidak menjalankan tugas dan
tanggung jawabnya secara profesional, iapun akan berhadapan dengan hukum.”Negara kita negara hukum. Tidak ada seorang
pun yang boleh kebal hukum”. jelasnya
Ditanya tentang
langkah-langkah yang akan dilakukan kelembagaannya terkait kasus tersebut, Yunus
dengan nada diplomatis menjelaskan “Sebagai
Aktivist LPPNRI, dimana tugas dan tanggung jawab kami adalah melakukan
pemantauan terhadap kinerja penyelenggara Negara, kami akan menurunkan TIM
Investigasi guna mencari informasi dan bukti adanya pelanggaran yang dilakukan
aparat penyelenggara negara dalam menangani kasus ini. Dan jika kami menemukan
adanya pelanggaran, akan kami laporkan kepada instansi dan institusi terkait,
hingga ketingkat pusat”, tandas Yunus.
H.Nasruddin, Jaksa yang
menangani kasus tersebut saat dikonfirmasi via telpon selularnya menyatakan
kasus tersebut telah selesai disidangkan. “Sudah
putus Pak. Yang bersangkutan dikenakan hukuman percobaan”, Jawabnya
singkat.
Saat ditanya lebih jauh alasan
jaksa dalam mengajukan tuntutan pidana ringan bagi pelaku, Jaksa tersebut
dengan tegas menjawab “Itu karena dia
Guru dan mempunyai tanggungan. Selain itu, sudah ada perdamaian dari kedua
belah pihak”,terangnya.
Ironisnya, beberapa hari
setelah melakukan konfirmasi ke kejaksaan, Saiful Koordinator Wilayah Tabloid
Diplomat Sulawesi Selatan mendapatkan teror dari seseorang yang tak dikenal
melalui pesan singkat di telepon seluler miliknya. Selain kalimat ancaman, dalam
SMS tersebut pelaku mencantumkan nama salah satu tabloid (Tabloid Pancasila,red).(Wahyu)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar