Palopo, Saksi
Bolak-baliknya berkas perkara Suprianto,
tersangka kasus Bank BNI, membuat sejumlah elemen masyarakat bertanya-tanya. Polri
– Jaksa, pun saling menyalahkan.
Sebagaimana telah diberitakan
diberbagai media, kasus ini bermula dari munculnya nama Ronny Poniman Susanto sebagai
salah satu nasabah bermasalah di Bank Indonesia.
Dilain pihak, Ronny Poniman Susanto
merasa dirinya tidak pernah menunggak sebagaimana laporan pembayaran kredit
yang dibuat Suprianto, salah satu staf Bank BNI Cabang Palopo.
Ironisnya, hal ini pun baru
diketahui korban setelah mengajukan permintaan penambahan pinjaman, namun pihak
Bank BNI tiba-tiba mengatakan jika dirinya sudah masuk daftar nasabah
bermasalah.
Merasa heran dengan kemunculan
namanya dalam Daftar Hitam (Black List) Bank Indonesia, Ronny Poniman Susanto kemudian
mempertanyakannya kepada pihak Bank BNI. Namun saat itu, Bank BNI mengaku telah
terjadi kesalahan dalam penginputan data, dan mengaku akan melakukan perbaikan
terhadap kesalahan yang menimbulkan kerugian materiil terhadap Nasabah Ronny
Poniman Susanto.
Karena tak kunjung ada perbaikan,
Ronny Poniman Susanto kemudian melaporkan kejadian yang dialaminya ke Mapolres
Palopo.
Dari hasil pantauan media ini menyebutkan
bahwa kasus ini sudah berjalan satu tahun lebih, namun tidak juga kunjung
selesai.
Bahkan hingga dua kali
penggantian Kapolres, Penyidik Polri dan Jaksa, terkesan saling lempar
tanggungjawab, bahkan saling menyalahkan.
Penyidik Polri seolah merasa jika
Jaksa terlalu mengada-ada dalam memberikan petunjuk. Bahkan melalui beberapa
kali wawancara dengan berbagai media, pihak penyidik polri mengkalim Jaksa
tidak Konsisten dalam memberikan petunjuk.
Dilain pihak, Pihak kejaksaan menuding
penyidikan yang dilakukan anggota Polri, belum maksimal, sehingga belum layak
untuk dinyatakan P21.
Menurut pihak Kejaksaan Negeri
Palopo, Salah satu alat bukti yang diminta dan dipandang perlu oleh pihak
kejaksaan adalah Standar Operasional Prosedur (SOP) Bank BNI, atau sejenisnya.
Ashari Syam, Kepala Seksi Pidana
Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Palopo,yang
ditemui disela-sela kegiatannya mengaku tidak bisa melanjutkan berkas tersebut
kepersidangan sebelum Penyidik menyertakan SOP BNI sebagai salah satu alat
bukti kepada pihak kejaksaan.
Ashari Syam berkilah, jaksa tidak
mau mengajukan sebuah perkara, jika hal itu akhirnya akan mempermalukan mereka
dihadapan persidangan.
Pernyataan dan sikap
“menyudutkan” kejaksaan kepada Penyidik polri, pun mengklaim telah melakukan
penyelidikan dan penyidikan secara maksimal dan profesional.
Menurut penyidik yang menangani
permasalahan ini, BNI Cab.Palopo tidak memiliki SOP sebagaimana yang diinginkan
Jaksa Penuntut Umum.
Berlarutnya kasus tersebut,
membuat AKBP.Endang Rasidin, S.Ik, Kapolres yang baru saja bertugas dan
menjabat sebagai Kapolres di Kota Palopo, mengambil langkah dengan mendatangi
langsung Bank BNI untuk mengambil data yang diinginkan oleh Pihak kejaksaan.
Tidak puas sampai disitu,
AKBP.Endang Rasidin, S.Ik kemudian menggelar perkara tersebut dengan mengundang
Korban, Kejaksaan, serta berbagai elemen masyarakat, mulai dari Aktivist
Mahasiswa, Aktivist LSM, hingga wartawan.
Ditemui diruang kerjanya,
AKBP.Endang Rasidin mengaku sengaja mengundang berbagai elemen masyarakat, agar
penanganan perkara tersebut, benar-benar dapat disaksikan oleh publik,
khususnya mereka yang peduli tentang penegakan supremasi hukum dikota palopo.
Dalam pernyataannya, AKBP.Endang
Rasidin yang baru beberapa bulan menjabat sebagai Kapolres dikota idaman ini berharap
agar melalui gelar perkara “terbuka”, masyarakat, khususnya Korban dan para
pemerhati Penegakan Supremasi Hukum, benar-benar bisa mengetahui dimana letak
kekurangan dan kekeliruan, khususnya yang mengakibatkan kasus ini terpaksa
harus bolak-balik layaknya “setrika”.
POLRES GELAR PERKARA, KEJARI PALOPO MENGHINDAR, KORBAN
HERAN
“Ada apa dengan Jaksa.”
Inilah setumpuk pertanyaan yang muncul dibenak para undangan yang hadir diruang
Aula Mapolres Palopo, saat gelar perkara akan dilangsungkan, namun pihak
kejaksaan tidak juga memunculkan batang hidungnya.
Informasi kepastian tidak
hadirnya pihak kejaksaan dalam gelar tersebut, pun baru diketahui setelah
penyidik mengatakan jika Jaksa tidak bisa hadir karena saat itu belum ada
waktu.
Akibatnya, korban melalui
penasihat hukumnya terpaksa meminta agar gelar perkara tersebut dibatalkan,
atau setidaknya ditunda, jika Jaksa masih memiliki niat untuk menghadiri gelar
perkara pada suatu saat.
Zulkarnain, salah satu Aktivist
Mahasiswa yang hadir saat itu mengaku jika heran atas sikap kejaksaan yang
terkesan menghindari acara gelar perkara “terbuka” tersebut.
Keheranan Zulkarnain tentunya sangat
beralasan, jika pernyataan yang dilontarkannya benar terjadi. Pasalnya,
beberapa waktu sebelum gelar perkara dimulai, Zul (sapaan akrab Zulkarnain)
mengaku telah berkomunikasi dengan Ashari Syam, kasi Pidsus kejari palopo yang
juga mejadi jaksa penuntut dalam kasus ini.
Menurut Zul, Ashari Syam mengaku
siap hadir dalam acara tersebut jika Kepala Kejaksaan Negeri selaku atasannya, memberikan
ijin untuk hadir.
Mendengar pernyataan tersebut,
Zul mengaku langsung menghubungi Kajari Palopo, melalui telepon selularnya.
Dalam percakapan tersebut, Oktovianus mengaku akan mengikutkankan jaksanya
dalam gelar perkara.
Merasa mendapat “angin segar”
atas kepastian kehadiran Jaksa, Zul kembali menghubungi Ashari Syam untuk
menyampaikan pernyataan Kepala Kejaksaan Negeri palopo tersebut.
Saat kembali dihubungi, Ashari
Syam justru mengaku tidak mendapat ijin dari “Bos”nya.
Kenyataan lain yang ikut
memperkuat dugaan adanya “main mata” oknum aparat dalam kasus ini seolah makin
nampak, tatkala Korban beserta beberapa Aktivis Mahasiswa, LSM beserta Wartawan
mencoba mendatangi kantor kejaksaan negeri Palopo setelah gelar perkara
dinyatakan ditunda.
Saat tiba dikantor kejaksaan, tidak
satupun jaksa yang ditemui.
“Piketnya pun tidak ada Pak.” seloroh
salah satu keluarga korban kesal.
Meskipun kecewa, Ronny Poniman yang
ditemui kantor kejaksaan tetap berharap agar Penyidik dan Jaksa benar-benar
bisa bersikap profesional dalam menangani kasus yang merugikannya hingga
milyaran rupiah ini.
“Saya berharap penyidik dan Jaksa betul-betul profesional dan serius
untuk menuntaskan masalah ini.” Harap Ronny.
Dalam pandangannya, jika penyidik
benar-benar serius untuk menuntaskan dan membongkar sindikat Mafia Bank BNI ini,
salah satu jalannya adalah melakukan penahanan terhadap tersangka.
Terpisah, Yosep mengaku sepakat
dengan pendapat jaksa yang mengatakan bahwa penyidik belum maksimal
memanfaatkan potensi yang dimilikinya untuk membuat maslaha ini segera
terselesaikan.
Menurutnya, beberapa upaya yang merupakan
hak dan wewenang penyidik, namun belum juga dilakukan yakni penggeledahan dan
penyitaan hingga penyegelan kantor Bank BNI, demi mempercepat proses penyidikan.
Yosef yakin, jika penyidik
memaksimalkan potensi, hak dan kewenangannya, maka tidak akan sulit untuk
membuktikan dan mengungkap siapa saja yang terlibat dalam kasus ini.(AR).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar