Selasa, 26 Februari 2013

TERINDIKASI KORUPSI


RUMAH KORBAN BANJIR BATTANG TERBENGKALAI
Palopo, Saksi-
Pembangunan rumah bantuan bagi korban longsor dan banjir bandang, kelurahan Battang Barat, kecamatan Telluwanua, yang seyogyanya dibangun dengan tujuan menjadi tempat tinggal yang layak bagi para korban banjir dan longsor, kini menyisahkan banyak pertanyaan dan permasalahan.
Pasalnya, rumah tinggal yang dibangun diatas lahan bekas Bumi Perkemahan Palopo tersebut hingga saat ini belum juga dihuni oleh para korban longsor dan banjir bandang.

Dari pantauan wartawan DP dilapangan, terlihat rumah yang dibangun untuk relokasi warga Battang yang masuk kawasan rawan bencana alam tersebut tampak tak terawat. Yang terlihat hanya sederetan rumah kosong tak bertuan.
Dari sekitar 200 unit rumah ukuran 6X5 meter tersebut, hanya tiga rumah yang nampak berpenghuni.
Menurut informasi masyarakat yang menempati salah satu rumah di kawasan tersebut, selain tidak tersedianya sumber penghidupan bagi masyarakat korban banjir dikawasan tersebut, rumah yang dibangun dengan Dana Milyaran rupiah tersebut sangat tidak layak huni. Hal inilah yang membuat masyarakat korban banjir enggan untuk tinggal dan menetap di kawasan relokasi itu.
Dalam pantauan DP, rumah yang dibangun untuk pemukiman para korban banjir tersebut sangat jauh dari standar kelayakan dan terkesan asal jadi, serta juga masih terancam bencana alam serupa, atau lainnya. Selain akses yang sangat jauh dari lokasi perkebunan, kawasan relokasi tersebut sangat terisolir dan berada ditepian sungai, serta kondisi fisik bangunannya sangat memprihatinkan.
Salah satu penghuni yang ditemui DP mengakui jika dirinya khawatir dengan kondisi fisik bangunan yang hanya dibuat dari bahan seadanya.
“Tiang dan balok yang dipake, semuanya kecil dan kayu mudah patah. Kami takut kalau ada angin kencang, rumah ini bisa rubuh.” Ungkap sumber tersebut.
Seorang sumber lain bahkan berani menyebutkan jika pembangunan pemukiman relokasi korban banjir tersebut sarat nuansa korupsi.
Dugaan sumber tersebut ternyata bukan tidak beralasan. Guna mendukung pernyataannya, sumber tersebut membandingkan antara biaya yang digunakan pada pembangunan pemukiman tahap kedua sebesar 2 milyar untuk membangun 80 unit rumah.
Kepada DP, sumber tersebut menaksirkan anggaran pembangunan satu unit perumahan tersebut hanya bisa menghabiskan anggaran sekitar 6,5 juta rupiah.
Jika perhitungan sumber tersebut benar, maka total biaya pembangunan Rumah Relokasi Korban Banjir tersebut hanya menelan anggaran sekitar 520 Juta Rupiah.
“Jika perhitungan kami benar, maka total anggaran yang digunakan dalam Pembangunan Rumah Relokasi Korban Banjir tersebut hanya berkisar 520 Juta rupiah. Dan jika hal itu benar, terus sisa dana pembangunannya dikemanakan.” Ungkap sumber tersebut dengan nada tanya.
Ditemui terpisah, Musnahar, Aktivist LSM (Sekjend LPPM Indonesia,red) mengaku akan membentuk TIM khusus untuk melakukan penelusuran tentang kebenaran informasi tersebut.
“Insya allah, kami akan menindaklanjuti Informasi tersebut dengan menurunkan TIM Investigasi dari kelembagaan kami.” Ungkap Mus, (sapaan akrab Musnahar).
Ditambahkannya, jika kelak dalam penelusuran TIM yang dibentuknya menemukan adanya Indikasi dugaan Tindak Pidana Korupsi, maka mereka akan melakukan langkah-langkah hukum sesuai tugas dan tanggungjawabnya.
“Jika kelak dalam penelusuran, TIM kami menemukan adanya Indikasi Tindak Pidana korupsi, kami akan melakukan langkah-langkah hukum, termasuk melaporkannya kepada lembaga terkait, khususnya kepada penegak hukum.” Lanjutnya. (Arwad/Suarianto/Andi/Sl).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar