Selasa, 26 Februari 2013

WARTAWAN DIZALIMI


UU PERS TAK BERLAKU
Saiful : “Apa yang terjadi, dan kami alami saat ini adalah Penzaliman dan bentuk Pengekangan serta Pemasungan Wartawan dan UU Pers, gaya Penegak Hukum Palopo. Kami hanya berharap, suatu saat, keadilan dan kebenaran akan muncul dan menghukum para Pejabat dan Aparat Dzalim dan Korup.”
Palopo, Saksi-
Sudah jatuh, ketiban tangga pula, Sudah dianiaya, dipidana pula”. Inilah kiranya gambaran nasib yang dialami salah satu wartawan media cetak nasional yang dihadapkan ke persidangan karena diduga telah melakukan perbuatan tak menyenangkan terhadap Sapyuddin, staf BPN Kota Palopo.

Yang lebih mengenaskan, Aparat penegak Hukum Kota Palopo seolah tidak mau tahu dan tidak perduli dengan keberadaan Undang-undang No.40 tahun 1999 tentang Pers, dimana didalam regulasi tersebut, dengan tegas dan jelas diatur tentang tugas dan tanggungjawab serta berbagai ketentuan lainnya yang mengikat dan wajib dipedomani para kuli tinta (Wartawan,red).
Saat melakukan Jumpa Pers di Rumah Kopi, Jl.Sultan Alauddin Makassar, Saiful, Wartawan yang menjabat sebagai Koordinator Wilayah Sulawesi Selatan Tabloid Diplomat, menuturkan berbagai kejanggalan yang dialami saat dirinya melihat, menyaksikan, dan bahkan merasakan sendiri ulah para aparat penegak hukum di Kota Palopo.
Kepada Wartawan, Saiful mengisahkan kasus pengeroyokan yang dialaminya dikantor BPN Kota Palopo, yang dilakukan oleh seorang Oknum Pejabat BPN, lalu kemudian menyeretnya pula kepada permasalahan hukum yang tak pernah ia mengerti.
Salah satu hal yang tidak pernah dimengertinya yakni Pelaporan Pengeroyokan dan pengusiran paksa yang dilaporkan, dimana saat kejadian itu dirinya tengah melakukan tugas Jurnalistik (Wawancara,red), namun oleh Penyidik Polres Palopo, justru dialihkan menjadi penganiayaan yang seolah-olah hanya dilakukan satu orang saja, yaitu Sapyuddin.
Ironisnya, hal itu baru diketahuinya setelah didepan persidangan.
Selain itu, kasus pengeroyokan dan pengusiran paksa yang dilaporkannya di Mapolres Palopo tersebut, seolah tidak mendapat respon yang serius. Pasalnya, berkas laporan tersebut baru dilimpahkan kepada Kejaksaan Negeri Palopo setelah mengendap di Polres selama kurang lebih lima bulan. Menurut pihak kejaksaan saat itu, mereka telah lama meminta kepada penyidik Polres agar melimpahkan berkas sekaligus tersangkanya, namun penyidik polres selalu mengatakan jika Pelaku berangkat Umroh.
Selama laporan tersebut disampaikan ke Mapolres Palopo, berbagai kejanggalan pun kian nampak, mulai dari berlarutnya kasus tersebut, hingga dialihkannya Laporan tersebut, dari awalnya Pengeroyokan dan Pengusiran Paksa Wartawan, berubah menjadi “Penganiayaan Tunggal”.
Tidak berhenti sampai di Mapolres, kejanggalan proses hukum pun kembali dirasakan saat berkas perkara tersebut berada ditangan Jaksa Penuntut Umum hingga ke ruang Pengadilan Negeri Palopo.
Menurut Saiful, salah satu kejanggalan yang sangat nampak saat kasus tersebut disidangkan yakni saat dirinya mencoba memberikan sebuah bukti rekaman yang telah di-CD kan, berupa rekaman saat terjadinya pengeroyokan, Ashary Syam, Kasi Pidsus kejaksaan Negeri Palopo, yang menjadi Jaksa Penuntut Umum, serta para Majelis Hakim dalam perkara tersebut menolaknya dengan alasan yang tidak jelas.
Tragisnya lagi, saat dirinya (Saiful,red) didudukan sebagai terdakwa dalam perkara dugaan membuat persaan tak menyenangkan yang dilaporkan Oknum pejabat BPN tersebut, keterangan salah satu saksi tidak dicantumkan.
“kami heran, mengapa keterangan saksi yang kami ajukan tidak dicantumkan dalam uraian tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Dan yang lebih menyakitkan, majelis hakim pun mengamini tuntutan jaksa tersebut, serta menolak penyerahan bukti rekaman peristiwa terjadinya pengeroyokan dikantor BPN. Ada apa dengan semua ini.” tutut saiful dengan nada tanya.
Lebih jauh, saiful menyatakan keprihatinan yang mendalam terhadap penegakan hukum di Kota Palopo yang terkesan tebang pilih dan diskriminatif.
“bagaimana tidak, dalam kasus penganiayaan yang melibatkan masyarakat kecil, hukuman bisa mencapai tahunan, serta terpidana dituntut untuk menjalani. Sedangkan dalam kasus pengeroyokan saya, dimana oleh Polisi, Jaksa dan Hakim dikenakan pasal 351 KUHPidana tentang penganiayaan, pelaku hanya di ganjar hukuman Pidana penjara 6 bulan penjara dengan masa percobaan 1 tahun, tanpa perlu menjalani masa penahanan tersebut.” Ungkap saiful.
Diakhir pernyataannya, Saiful merasa jika dirinya telah didzalimi serta tidak mendapatkan haknya selaku Masyarakat dan Wartawan dari aparat penegak hukum kota palopo.
“Apa yang terjadi, dan kami alami saat ini adalah Penzaliman dan bentuk Pengekangan serta Pemasungan Wartawan dan UU Pers, gaya Penegak Hukum Palopo. Kami hanya berharap, suatu saat, keadilan dan kebenaran akan muncul dan menghukum para Pejabat dan Aparat Dzalim dan Korup.” Tutur Saiful sedih.
Terpisah, AMRAN S.HERMAN, SH., yang ditemui diruang kerjanya dengan tegas menyatakan jika pidana yang dijatuhkan terhadap terdakwa Sapyuddin sudah sesuai aturan berdasarkan pertimbangan majelis hakim.
Saat ditanya lebih jauh mengenai tidak diberlakukannya Hukuman Penjara (Kurungan,red) selama enam bulan terhadap terpidana Sapyuddin, sedangkan dalam kasus serupa, seorang terpidana lain justru dikenakan penahanan, dengan santainya Anggota Majelis Hakim tersebut mengatakan bahwa penahanan itu tidak harus dikenakan kepada semua orang, dan itu merupakan hak penegak hukum.
“Dikejaksaan kan tidak ditahan, Itu haknya kejaksaan. Dipengadilan kita tidak melakukan penahanan. Itukan haknya kita untuk tidak melakukan penahanan,” tutur Amran S.Herman.
Kepada DP, Amran S.Herman,SH menjelaskan jika penahanan “Cuma” untuk memperlancar persidangan saja.
“Penahanan itu kan tidak harus dikenakan ke semua orang. Penahanan itu Cuma untuk memperlancar proses persidangan. Kalau kita anggap orangnya, waduh, inikan bisa menghambat persidangan, ya kita tahan.” jelasnya.
Selain itu, Arman S. Herman berkilah salah satu hal yang menjadi alasan majelis hakim dalam menjatuhkan vonis “hukuman ringan” yakni dampak yang ditimbulkan akibat pengeroyokan tersebut tidak menimbulkan luka serius bagi korban.
“kalau diliat dari pertimbangan majelis hakimnya, kalau 351 itu, inikan diliat dulu dari visumnya. Visumnya dia, lukanya nggak serius-serius amat.” kilahnya.
Dilain pihak, AMRAN S.HERMAN, SH., sangat yakin jika Wartawan Korban pengeroyokan dikantor BPN, yang datang untuk melakukan konfirmasi di BPN Palopo, telah melakukan tindak pidana berupa melakukan perbuatan tak menyenangkan, sebagaimana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum. (Surianto/Andi/Sl).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar