TAK MAU PERIKSA SAKSI
Palopo, Saksi –
Kian tak jelasnya kasus dugaan pencatatan Data Palsu yang
diduga dilakukan oknum pegawai Bank BNI Cabang Palopo, membuat Korban (Ronny
Poniman Susanto) bernyanyi sumbang.
Melalui media ini, Ronny, (sapaan
akrab korban,red), mengaku akan mengungkapkan berbagai sikap dan prilaku
penyidik yang dinilainya sebagai salah satu bentuk pendzaliman hukum, halaman
demi halaman, yang disebutnya “Daftar
Dosa Penyidik BNI”.
Kepada wartawan media ini, Ronny mengaku jika Kasus yang
dilaporkannya hampir dua tahun yang lalu, tepatnya kamis, 17 Nopember 2011, yang
hingga kini belum juga tuntas, dikarenakan aparat penegak hukum yang
menanganinya tidak profesional, dan terkesan hanya membuat sandiwara penyidikan.
Ronny menduga penyidikan yang dilakukan oleh penyidik saat
ini hanyalah sebuah skenario besar untuk meloloskan oknum-oknum tertentu yang
diduga kuat terlibat didalam sindikat Mafia Perbankan di Bank BNI.
Untuk memperkuat tudingannya, Ronny pun menguraikankan fakta-fakta
yang dimaksud.
Menurutnya, Salah satu bukti “Dosa Besar” penyidik yang
menangani kasus BNI yang dilaporkannya adalah ketidakmauan penyidik memeriksa
saksi-saksi yang dipandang perlu dan mengetahui dengan jelas permasalahan ini.
Bagaimana tidak, dirinya mengaku telah melihat sendiri salah
satu bukti yang dimiliki penyidik yang bisa menjadi petunjuk untuk
mengembangkan kasus ini, namun hingga kini penyidk belum juga menyikapinya.
Didalam bukti surat yang dilihatnya tersebut, tertera nama
Andi Samsu Alam, (mantan kepala Cabang Bank BNI Kota Palopo), sebagai Pengirim
data.
Dijelaskannya, Bukti surat yang dilihatnya pun baru diketahui
setelah dirinya mendatangi ruang penyidik untuk mempertanyakan perkembangan
kasusnya, serta mempertanyakan mengapa hanya suprianto yang ditetapkan sebagai
Tersangka.
Dalam pertemuan tersebut, penyidik pun berupaya menjelaskan
dan meyakinkan bahwa penetapan Suprianto sebagai “tersangka tunggal” didasarkan
atas hasil penyidikan dan bukti-bukti yang dimiliki penyidik.
Guna memperkuat “Penjelasannya”, penyidik pun kemudian
memperlihatkan selembar surat “bukti pengiriman data” yang selama ini
dipermasalahkan oleh korban.
Namun sayangnya, “Niat
Baik” penyidik untuk meyakinkan korban, justru menguak fakta jika proses
penyidikan serta penetapan suprianto sebagai tersangka tunggal dalam perkara
yang dilaporkan, sarat dengan nuansa “Rekayasa”.
Keyakinan korban tentang adanya skenario besar untuk menutupi
pelaku lain dalam perkara tersebut, yakni ketika korban meminta agar dilakukan
pemanggilan dan pemeriksaan tambahan terhadap saksi dan tersangka seiring
dengan terungkapnya bukti tersebut, namun pihak penyidik tetap tidak
melakukannya.
Selain itu, pada berbagai pertemuan dengan korban, penyidik
bahkan terkesan tidak ingin menyalahkan pegawai bank, termasuk tersangka. Hal
ini diperkuat dengan serangkaian pernyataan penyidik yang menyatakan jika
sistem komputer lah yang salah.
Anehnya, saat Korban meminta penyidik menyita barang bukti
Komputer yang selam ini dinilainya “bersalah”,
penyidik lagi-lagi menjawab tidak bisa, karena selain komputer tersebut milik
Bank Indonesia, setiap selesai digunakan, komputer tersebut langsung kosong
secara otomatis, sehingga tidak memungkinkan untuk mengambilnya untuk dijadikan
Barang Bukti.
AKTIVIST LSM MENUDING
PENYIDIK MAIN MATA
Terpisah, Akbar Ramang, Ketua Umum DPP LPPM Indonesia, pun mempertanyakan
sikap penyidik yang tidak mau memanggil saksi-saksi yang dipandang perlu untuk
mengungkap kasus Mafia Perbankan ini.
Menurutnya, jika penyidik berikeras tidak mau memanggil dan
memeriksa saksi-saksi yang berkompeten serta menyita Barang Bukti yang terkait
dalam perkara ini, sangat besar kemungkinan penyidik telah main mata dengan
para pelaku.
“kalau tidak mau
periksa saksi serta tidak mau menyita barang bukti, kan sudah patut dicurigai
penyidiknya.” Terang
Akbar.
Lebih jauh, Aktivist yang dikenal kritis dalam menyoroti kinerja
buruk aparat ini, mengaku heran dengan keengganan penyidik untuk melengkapi
berkas acara pemeriksaan sebagaimana petunjuk jaksa.
Padahal, lanjut akbar, permintaan Jaksa penuntut umum itu
sangat sederhana, dan sangat mudah didapatkan jika penyidik benar-benar serius
untuk membongkar dan menuntaskan kasus ini.
Ditambahkannya, jika penyidik tidak mau kesulitan, langkah
pertama yang harus dilakukan penyidik adalah menahan tersangka, memanggil
saksi-saksi dari Bank Indonesia, serta lakukukan penggeledahan di Bank BNI
Cabang Palopo, serta menyita Barang Bukti yang digunakan oleh tersangka dalam
melakukan tindak kejahatan.
“Inikan tidak pernah
dilakukan penyidik. Penahanan pun tidak pernah dilakukan dirumah tahanan.” Ungkap akbar heran.
Diyakinkannya, jika penyidik bisa melakukan semua ini, kasus
ini akan mudah dituntaskan.
Menyikapi sikap penyidik yang tidak mau melakukan pemanggilan
dan pemeriksaan tambahan terhadap saksi-saksi dalam kasus tersebut, serta
keengganan penyidik untuk menyita barang bukti dari Bank BNI, membuat sejumlah
aktivist LSM dan kalangan Mahasiswa pun angkat bicara.
Fredy Suade, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Andi
Djemma, yang juga dikenal aktif dalam pergerakan mahasiswa dan Aksi solidaritas
Anti Korupsi, dengan tegas bahkan meminta Kapolres Palopo, AKBP.Endang
Rasidin,S.Ik, mencopot AKP.Amos Bija dari jabatannya selaku kasat Reskrim di
Mapolres Palopo, serta melakukan penggantian penyidik, karena dinilainya telah
gagal dalam menjalankan tugasnya sebagai penyidik dan penanggung jawab
penyidik.
“Berkas sudah satu
tahun lebih ditangan penyidik, dan telah sembilan kali dikembalikan jaksa beserta
petunjuk penuntasannnya. Tapi penyidik belum juga mampu menyelesaikan. Inikan menandakan
jika penyidik dan penanggung jawabnya sudah tidak layak.” Jelasnya.
Dalam pandangannya, beberapa hal penting telah diabakan
penyidik dan kasatnya dalam penanganan proses perkara ini.
Salah satu diantaranya, yakni memanggil saksi ahli dari Bank
Indonesia yang harusnya paham dan mengetahui siapa saja yang wajib
bertanggungjawab dalam kasus ini, sebagaimana diamanatkan dalam peraturan Bank
Indonesia.
“Kalau penyidik dan
kasat reskrimnya itu pintar dan mau serius, selain berpatokan kepada KUHP dan
KUHAP serta UU No.10/1998 tentang Perbankan, coba lihat dan kaji Peraturan Perbankan
yang lain lebih jauh, seperti Surat Edaran Bank Indonesi No.10/47/DPNP, atau paling tidak,
lihat Pasal 26 Peraturan Bank Indonesia NO.9/14/PBI/2007, khususnya ayat 1 dan
3. Disitu sangat mudah dan jelas untuk mengungkap siapa saja yang terlibat
dalam kasus ini.”
Imbuhnya kesal.
Hal lain yang membuat Aktivist Fakultas Hukum Unanda ini
kesal, yakni sikap Kasat Reskrim Palopo, AKP.Amos Bija,SH, yang terkesan
menghindari korban serta para aktivist dan wartawan yang berniat mempertanyakan
proses dan perkembangan kasus ini.
Dalam uraiannya, Fredy menilai penyidik dan kasatreskrim
sesungguhnya sudah paham akan semua yang disampaikannya, namun dirinya
lagi-lagi seolah membenarkan pendapat korban dan masyarakat yang meyakini jika
Proses penyidikan yang dilakukan penyidik bersama Kasat Reskrim selaku
penanggungjawab, hanyalah sebuah skenario yang berujung pada “Rekayasa
Penyidikan”.
“Kasat dan penyidik itu
Sarjana Hukum. Selain itu, mereka sudah puluhan tahun jadi reserse. Sangat
tidak masuk akal kalau mereka tidak faham apa yang patut dilakukan. Selain itu,
Undang-undang juga sangat jelas menggambarkan apa yang harus dilakukan dalam
mengungkap sebuah perkara. Jadi sangat jelas, apa sebenarnya yang terjadi
didalam sana” Jelas
Fredy.
Dirinya hanya berharap aparat penegak hukum benar-benar
menaruh perhatian terhadap korban kejahatan, sehingga para pelaku tidak dengan
leluasa dan bebas berkeliaran untuk mencari korban-korban lainnya, demi
mencapai dan memuaskan keinginan pribadinya.
“Selaku Aktivist dan
Mahasiswa Fakultas Hukum, kami berharap, aparat penegak Hukum, khususnya
Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan sebagai ujung tombak penegakan supremasi
hukum, mampu bekerja secara profesional, sehingga masyarakat benar-benar mampu
merasakan tujuan keberadaan Hukum dan Hakikat keadilan, tanpa takut akan
intervensi dari siapaun juga.” Harapnya.
“Fiat justitia ruet caelum. Tegakkan keadilan, walaupun
langit akan runtuh. Itulah semboyan dan prinsip yang harus dipegang teguh dalam
menegakkan hukum” tegasnya mengakhiri perbincangan. (Andi/Sl).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar