Sabtu, 13 Agustus 2011

DANA BOS MENGALIR

DATA SISWA DIGELEMBUNGKAN
Luwu, Saksi –
Guna meraup keuntungan pribadi, sejumlah sekolah memanipulasi data siswanya. Hal ini terungkap saat wartawan media ini melakukan penelusuran khusus terkait adanya informasi dari masyarakat tentang sejumlah sekolah yang melakukan manipulasi Data Siswa untuk tujuan mendapatkan anggaran Dana Bos yang lebih besar.

Herlina, Kepala Sekolah SD 477 Barana, Desa Barana Kecamatan Bastem Kabupaten Luwu yang sempat dikunjungi Wartawan Media ini mengakui jika di Sekolah tersebut telah terjadi manipulasi data siswa.
Dalam penjelasannya kepada wartawan media ini, Kepala Sekolah tersebut mengaku melakukan hal itu karena ia iri melihat sekolah lain yang melakukan hal serupa (Manipulasi Data, red), namun tidak mendapatkan sangsi dari aparat terkait.
Menurutnya, sebelum melakukan aksi nekad tersebut, ia telah pernah menyampaikan adanya manipulasi data di sekolah lain kepada KUPTD sebagai atasan mereka. Namun, karena laporan yang sampaikan tersebut tidak ditanggapi, ia pun berinisiatif melakukan hal serupa.
“Sebelumnya saya pernah melaporkan kepada Cadis (KUPTD,red), tapi dia diam saja. Makanya saya tambah juga”, Jelas Herlina
Senada dengan itu, Seorang sumber lain yang enggan disebutkan namanya menyebutkan, selain di Sekolah Dasar Barana, manipulasi data siswa juga terjadi di beberapa sekolah lain. Menurut Sumber tersebut, Salah satu diantara Sekolah yang ia ketahui yakni SD Salu Limbong Kecamatan Bastem. Ditambahkannya, Sekolah Dasar tersebut (SD Limbong, red), lebih nekad lagi.
Pasalnya, laporan Siswa yang dimasukkan untuk data siswa yang harus menerima Dana Bos sejumlah 185 orang, namun Dana belanja bukunya hanya ± Rp. 3.000.000,- (Kurang lebih Tiga Juta Rupiah). Menurut sumber tersebut, Dana alokasi pembelian buku itu sangat tidak rasional. “SD Barana anggaran Bukunya lebih Lima Juta dengan jumlah siswa yang dilapor 126 orang. Sedang SD Salulimbong, siswa yang dilaporkan 185 orang tapi dana yang dianggarkan untuk buku hanya senilai kurang lebih Tiga Juta Rupiah. Kan tidak masuk akal pak”, ungkap sumber tersebut.
Saat ditanya lebih jauh terkait pengalokasian Dana Biaya Operasional Sekolah yang telah diterimanya, Herlina mengaku mengalokasikan dana tersebut untuk peningkatan mutu pendidikan, termasuk Pemberian Beasiswa kepada Siswa yang kurang mampu.
Lain halnya yang diungkapkan oleh seorang sumber yang enggan disebutkan namanya. Menurutnya, Dana Biaya Operasional Sekolah tidak pernah diketahui oleh pegawai disekolah tersebut. “Itu dana BOS kami bawahan tidak tahu, hanya Kepala Sekolah yang tahu. Tidak pernah kami tahu bentuknya, bagaimana itu dana BOS”, tegas sumber tersebut.
Ditambahkannya, proses pengambilan dan pencairan dana bos di sekolah tersebut tidak pernah melibatkan pengurus lainnya, termasuk bendahara. “Bendahara hanya tanda tangan saja. Kami juga tidak tahu dimana diambil itu”, ungkap sumber tersebut.
Lebih lanjut sumber tersebut mengungkapkan, sejak Herlina menjabat sebagai Kepala Sekolah di Sekolah tersebut, ia baru dua kali menerima insentif Dana Bos “Sejak 2006 kami baru dua kali dikasi. Totalnya Enam Ratus Ribu Rupiah”, jelas sumber tersebut.
Selain mengungkapkan dugaan penyelewengan Dana Bos, sumber tersebut mempertanyakan keberadaan Dana Gratis yang tidak kunjung dibagikan kepada guru-guru di sekolah tersebut. Sepengetahuan pegawai di sekolah tersebut, Dana itu dipinjam oleh Kepala Sekolahnya.
Dikonfirmasi terpisah terkait adanya penggelembungan Data Siswa untuk mendapatkan alokasi Dana BOS yang lebih, UPTD mengaku tidak tahu. “Kami tidak tahu itu. Tanya kepala sekolahnya”, jawabnya singkat.
Bachrir, S.Pd, Koordinator Bidang Pendidikan Lembaga Pemerhati dan Pemberdayaan Masyarakat Indonesia (LPPM Indonesia) yang diminta tanggapannya terkait maraknya penggelembungan Data Siswa disekolah-sekolah untuk mendapatkan alokasi anggaran Biaya Operasional Sekolah yang lebih besar mengungkapkan jika data yang ditemukan masih kecil dibanding kondisi sebenarnya.
Namun, menurut Bachrir, jika terjadi penyimpangan dalam pengelolaan Dana BOS, Kesalahan bukan hanya berada dipihak sekolah, melainkan juga merupakan kesalahan Pemerintah Daerah, khususnya Dinas Pendidikan. “Minimal, Kepala Dinas dan Manager Dana Bos juga harus bertanggung jawab”, Tegas Bachrir.
Hal ini menurut Bachrir, karena Dinas Pendidikan merupakan Leading sektor di Bidang Pendidikan dan kewajibannya adalah melakukan pengawasan terhadap kondisi riil sekolah-sekolah yang ada di daerahnya.
“Mereka kan harusnya turun memeriksa kebenaran apa yang dilaporkan. Jangan hanya tinggal terima laporan. Kalau begitu, ada indikasi telah terjadi sindikat dalam penyelewengan Dana Biaya Operasional Pendidikan tersebut”,tegasnya.
Lebih jauh Bachrir menghawatirkan jika tidak dilakukan infentarisasi dan pengawasan sejak dini, besar kemungkinan data fiktif yang telah ada tersebut bisa berdampak pada tindakan pelanggaran hukum yang lebih serius lainnya.
Dicontohkannya, jika terjadi penggelembungan data disekolah, berarti data yang ada di Dinas Pendidikan sudah banyak yang fiktif. Dan jika itu terjadi, bukan hanya akan berdampak kepada pengerukan uang negara dalam bentuk penerimaan Dana Bos fiktif dan Dana lainnya, namun dikhawatirkan akan mempermudah pihak-pihak tertentu untuk memanfaatkan data tersebut untuk tujuan kriminal lainnya. “Membuatkan Ijazah Palsu, misalnya”, imbuh Bachrir.
Ditegaskannya, salah satu kesalahan mendasar yang sering terjadi saat ini, khususnya ketika menyangkut penggunaan anggaran, yakni kurangnya pengawasan dan tertutupnya sistem penggunaan dana yang ada. “Ini terjadi karena tidak adanya pengawasan terhadap penggunaan anggaran, dan sistem pengelolaan yang sengaja dibuat tidak transparan”, tegasnya.
Menanggapi isu penggelembungan Data Siswa tersebut, Yunus, Ketua TIM 7 LPPNRI angkat bicara. “Jika pemerintah serius dan menginginkan pengelolaan dana tanpa ada kebocoran, konsepnya sederhana. Berdayakan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik. Jangan malah pemerintah yang menutupi, untuk tujuan tertentu”, terang Yunus. (Tim ***)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar