Sabtu, 13 Agustus 2011

HERLINA MERASA DIPERAS OKNUM LSM

PEMBANGUNAN SMP SATU ATAP BASTEM BERMASALAH
Luwu, Saksi –
Sejumlah pelanggaran yang terjadi di SMP Satu Atap Bastem, membuat Herlina, kepala sekolah SMP Satu Atap Bastem mengurut dada.
Pasalnya, pelanggaran yang terjadi itu bukan murni kesalahannya semata.

Dicontohkannya, terkait pelanggaran Manipulasi Data Siswa, ia melakukannya karena merasa iri menyaksikan adanya sekolah yang melakukan hal serupa (penggelembungan data, red), namun pihak terkait tidak memberikan sangsi apapun.
Begitupun dengan pembangunan SMP Satu Atap. Ia merasa pelanggaran itu terjadi tidak terlepas dari kesalahan “Berjamaah” dari beberapa orang yang terkait.
Sebagaimana diungkapkan kepada Wartawan Suara Demokrasi, pembangunan tersebut tidak bisa diselesaikan sesuai dengan spesifikasinya akibat banyaknya tambahan biaya “operasional” yang harus ia keluarkan hingga tuntasnya pembangunan Sekolah tersebut.
Menurutnya, Anggaran yang dianggarkan didalam RAB tidak sesuai dengan anggaran yang semestinya. “Saya berikanki bayangannya Pak, Macam itu pasir, Dianggarkan diRAB cuman Dua Ratus Ribu perkubik, sedangkan tiba di lokasi, satu setengah kubik satu Juta Pak, Pas”, jelasnya.
Selain biaya transportasi pengangkutan bahan yang tinggi, ia juga harus mengeluarkan biaya “tambahan” kepada Agus, salah satu Oknum yang mengaku dari salah satu LSM sebagai ucapan terimah kasih karena telah membantu merealisasikan programnya membangun Sekolah tersebut.
Dalam pernyataannya, Herlina mengungkapkan jika biaya yang dikeluarkan untuk Oknum anggota LSM tersebut terbilang cukup banyak.
Setiap kali Oknum Anggota LSM tersebut mengaku akan berangkat ke Makassar atau mendatangi sekolah, ia harus diberikan uang jalan minimal Rp.500.000,- (Lima ratus ribu rupiah). Dan proses itu (Pemberian uang jalan, red) berlangsung selama kurang lebih satu tahun dengan kunjungan lebih dari 20 kali. Tidak hanya sampai disitu, setelah pembangunan rampung, Agus kembali mendatanginya (Herlina,red) untuk meminta uang senilai Rp.40 Juta (Empat Puluh Juta Rupiah). “Dia tidak mau keluar dari rumah pak kalau tidak dikasih”, ungkap Herlina sedih.
Saat ditanya lebih jauh tentang keterlibatan Agus dalam proses pembangunan tersebut, Herlina menuturkan secara singkat kronologis keberadaan dan keterlibatan Agus dalam proses pembangunan Sekolah tersebut.
Menurutnya, hal itu bermula saat ia didatangi oleh seseorang bernama Agus dikediamannya di Latuppa, KM 9 Palopo. Kemudian, Agus memperkenalkan diri sebagai keluarga atas petunjuk dari seorang keluarganya (Keluarga Herlina,red) yang mengajar di SMA 3. Selanjutnya, Agus mengaku sebagai seorang anggota Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan kemudian menawarkan untuk menguruskan “Proposal” Pembangunan sekolah yang konon sangat diinginkan oleh masyarakat, dengan beberapa persyaratan.
Karena sangat  menginginkan Sekolah tersebut, penawaran itupun kemudian diterima oleh Herlina bersama beberapa rekan-rekannya yang juga menjabat sebagai Kepala Sekolah saat itu. Sejak adanya kesepakatan tersebut, Agus selalu mendatangi para Kepala Sekolah tersebut. Setiap kali mendatangi Kepala sekolah tersebut, para kepala sekolah mengaku harus mengeluarkan sejumlah uang dengan alasan yang tidak jelas.
Ditanya terkait syarat yang diajukan untuk mendapatkan anggaran tersebut, Herlina enggan merincinya lebih jauh. “Sebenarnya, susah saya mau ungkap pak. Saya tidak Bisa”, jawabnya singkat dengan nada terbata-bata.
Setelah hampir dua tahun, Dana pembangunan itupun terealisasi. Namun saat itu, sekolah yang mendapatkan anggaran pembangunan hanya dua dari lima sekolah yang ajukan.(Tim ***)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar