Selasa, 26 Februari 2013

PUTUSAN PN PALOPO TEBANG PILIH

Palopo, Saksi-
Putusan PN Palopo, dimana saat itu mendudukkan seorang pejabat Staf BPN Kota Palopo sebagai terdakwa karena telah melakukan penganiayaan terhadap seorang wartawan, kini menjadi bola panas bagi aparat penegak hukum dikota palopo, khususnya Pengadilan Negeri Palopo.
Pasalnya, selain “pengalihan” laporan (dari pengeroyokan dan pelarangan peliputan, menjadi penganiayaan, red), tuntutan dan vonis yang dijatuhkan majelis hakim pun seolah menyisahkan berbagai pertanyaan dibenak korban.

Saiful, Wartawan yang menjadi korban dalam pengeroyokan dikantor BPN Kota Palopo, kepada wartawan mengungkapkan jika selain pengalihan permasalahan, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Palopo juga dinilainya tebang pilih.
“bagaimana tidak, dalam kasus penganiayaan yang melibatkan masyarakat kecil, hukuman bisa mencapai tahunan, serta terpidana dituntut untuk menjalani. Sedangkan dalam kasus pengeroyokan saya, dimana oleh Polisi, Jaksa dan Hakim dikenakan pasal 351 KUHPidana tentang penganiayaan, pelaku hanya di ganjar hukuman Pidana penjara 6 bulan penjara dengan masa percobaan 1 tahun, tanpa perlu menjalani masa penahanan tersebut.” terangnya.
Yang menyayat hati korban, saat rekannya mencoba mempertanyakan mengapa pelaku pengeroyokan tidak ditahan, dengan enteng Amran S.Herman,SH, salah satu Majelis Hakim yang menangani perkara tersebut mengatakan jika penahanan tersebut adalah hak dan wewenang jaksa dan hakim.
“Dikejaksaan kan tidak ditahan, Itu haknya kejaksaan. Dipengadilan kita tidak melakukan penahanan. Itukan haknya kita untuk tidak melakukan penahanan,” tutur Amran S.Herman,SH
Selain itu, anggota majelis hakim tersebut berkilah “Vonis ringan” pengadilan negeri palopo didasarkan atas pertimbangan luka yang diderita korban yang tidak terlalu serius.
“kalau diliat dari pertimbangan majelis hakimnya, kalau 351 itu, inikan diliat dulu dari visumnya. Visumnya dia, lukanya nggak serius-serius amat.” kilahnya.
Lebih jauh Arman S.Herman, SH. menjelaskan jika tujuan penahanan “Cuma” untuk memperlancar persidangan saja.
“Penahanan itu kan tidak harus dikenakan ke semua orang. Penahanan itu Cuma untuk memperlancar proses persidangan. Kalau kita anggap orangnya, waduh, inikan bisa menghambat persidangan, ya kita tahan.” jelasnya.
Kalau pernyataan anggota majelis hakim tersebut benar, kini timbul pertanyaan, mengapa banyak kasus yang melibatkan masyarakat kecil selalu dilakukan penahanan, mulai di tingkat kepolisian, hingga selesainya putusan pengadilan, bahkan petahanan “wong cilik” pun mencapai hitungan tahun. Apakah penahanan mereka salah, ataukah prosesnya yang salah...? (Surianto/Andi/Sl)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar